kalam pencerahan
Peran Strategis Operator Seluler dalam mewujudkan Masyarakat Berkelimpahan(1)

oleh ; Rahmat Akbar


Abstraksi


Sesuai dengan paradigma strukturasi, lanskap dunia telah berubah seluruhnya pada saat ditemukannya cara-cara baru dalam berinteraksi dan bertelekomunikasi. Dunia telah mencapai suatu tingkatan yang sama sekali berbeda sejak dua dekade terakhir ini. Teknologi komunikasi seluler, dan Internet telah membuat perbedaan bagi banyak orang dalam belajar, bekerja dan berkembang. Data yang dipublikasikan oleh UNDP menunjukkan signifikansi penggunaan telephon seluler di seluruh dunia terhadap ketersediaan akses informasi dan peluang pertumbuhan ekonomi. Perbedaan tingkat pertumbuhan ditentukan dari cara seseorangdalam memanfaatkan teknologi telekomunikasi, oleh karenanya penting sekali untuk mendidik publik dalam mentransformasikan kebiasaan penggunaan telephone seluler dari sekadar entertainment tools kepada entrepreneur tools, agar setiap orang dapat melakukan aktifitas produktif yang nantinya dapat mewujudkan masyarakat berkelimpahan. Sinergi antara operator penyelenggara jaringan seluler dan pemerintah perlu dilakukan dalam rangka mendidk publik dan menyediakan akses telekomunikasi bagi siapapun dan dimanapun, dengan cara pengurangan pajak peralatan dan jasa telekomunikasi, menciptakan suatu pusat pertumbuhan sebagai transforming model, hingga tayangan iklan operator jasa telekomunikasi seluler yang lebih mendidik bagi publik.

kata kunci : operator seluler, sinergi, kebijakan pemerintah, masyarakat berkelimpahan



I. Pengantar; Lanskap Sosial yang telah berubah(2)

Ada yang berubah dengan dunia kita. Perubahannya berlangsung cepat, radikal dan meluas. Pada masa-masa sebelumnya, “waktu” dan “ruang” selalu menjadi tantangan utama dalam menjalin interaksi antar sesama manusia. Kesatuan waktu dan ruang membentuk pola interaksi masyarakat yang bersifat tatap muka dan langsung. Selain itu, waktu dan ruang memiliki daya konstitutif yang membentuk dan memaknai sebuah tindakan. Waktu dan ruang bukan sekadar domain utama dalam berinteraksi, namun ia juga merupakan pembentuk tindakan itu sendiri. Semua tindakan, hanya dapat dilakukan di dalam suatu waktu dan ruang tertentu, dan definisi tindakan tersebut didapatkan dari perbedaan antara waktu, ruang dan tindakan yang dilakukan didalam keduanya. Misalnya, seseorang di Mataram yang hendak mengunjungi rekan bisnisnya di Buitenzorg (Bogor, sekarang) pada tahun 1800, membutuhkan waktu hampir dua minggu perjalanan darat. “Waktu” ketika mereka bertemu, tidak dapat dipisahkan dari “tempat” mereka bertemu. Di masa itu dan beberapa masa sesudahnya, pengertian “kapan” yang merujuk “waktu”, harus bersatu dengan pengertian “dimana” yang merujuk pada suatu tempat yang spesifik. Namun bagi seseorang yang ingin melakukan aktifitas yang sama di tahun 2007, masing-masing pihak tidak perlu beranjak dari tempatnya berada, cukup memijit nomor-nomor yang spesifik merujuk pada subyek yang dituju pada telephone seluler yang digenggamnya, maka percakapan yang kini diperkaya visualisasi masing-masing dapat dilakukan segera dan saat itu juga. Prosesnya hanya memerlukan hitungan waktu sekian detik, dan selanjutnya seluruh interaksi dan transaksi dapat dilakukan, tanpa harus kehilangan makna kemanusiaan. Waktu dan ruang, telah dipadatkan menjadi sebuah pijitan nomor-nomor yang merujuk pada suatu subyek atau kode transaksional tertentu.
Sejak ditemukannya Internet dan teknologi seluller, seluruh struktur sosial telah berubah sepenuhnya dan memberikan peluang-peluang pertumbuhan yang terus meluas bagi semua orang di semua bidang. Hal ini dikarenakan telah terjadi transformasi radikal dalam cara manusia berinteraksi. Waktu dan ruang telah tercerabut dari domain utama dalam berinteraksi, dan segalanya menjadi nisbi. Waktu dan ruang telah sepenuhnya dikendalikan oleh manusia. Kesadaran akan ruang dan waktu mengalami perubahan, bahwa seseorang dapat menjelajahi tempat-tempat yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, dan bahwa keterbatasan pribadi menjadi semakin nisbi. Setiap orang dapat melampaui ruang yang lebih luas daripada yang mampu dijangkau oleh fisiknya sendiri. Dunia menjadi semakin “datar”, dan setiap kejadian di satu sudut dunia dapat diketahui seketika itu juga oleh sudut dunia lainnya, dan juga dapat diketahui secara massal. Pencapaian dan inovasi teknologi telekomunikasi telah membuat banyak perbedaan dalam cara manusia untuk berinteraksi, belajar, bekerja dan berkembang secara radikal. Perubahan ini menyodorkan tawaran akan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tidak pernah terbayangkan hingga dua dekade sebelumnya.
Di masyarakat modern sekarang ini, cara-cara berproduksi tidaklah sepenting cara-cara mengkoordinasikan ruang dan waktu dalam menciptakan nilai tambah yang menghasilkan manfaat dalam spektrum yang lebih luas dan berkelanjutan. Kwalitas seseorang atau suatu masyarakat kini ditentukan dari seberapa jauhkah ia dapat mengkoordinasikan ruang dan waktu dalam mencipta nilai lebih. Kini kemampuan dan cara manusia dalam mengkoordinasi ruang dan waktu, adalah parameter utama yang membedakan kwalitas tingkat perkembangan suatu kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya. Kemampuan mengkoordinir waktu dan ruang menjadi pembeda paling tegas antara manusia modern dengan manusia belum modern. Kini setiap orang memiliki peluang yang sama untuk bertumbuh, belajar, bekerja dan berkembang sampai pada tingkatan yang mereka inginkan. Setiap orang berpeluang sama untuk dapat mengembangkan bakat-bakatnya serta memperoleh hasil yang maksimal dalam setiap kinerjanya. Ketersediaaan akses informasi yang luas dan tak terhingga di setiap komunitas merupakan prasyarat utama dalam mencapai kemajuan. Orang kini semakin yakin bahwa jika setiap orang diberdayakan, maka akan banyak tersedia cukup banyak sumber daya bagi setiap orang. Inovasi tak terduga yang melahirkan solusi permasalahan bersama menjadi semakin mungkin. Setiap orang berpeluang untuk menjadi seorang pemberi solusi bagi yang lainnya. Kemakmuran yang massif dan massal sangat mungkin diwujudkan. Bukan sekadar melalui harga produk barang dan jasa yang semakin murah dan massal, namun juga akses tak terbatas bagi siapa saja jelas tak sekadar mampu menyediakan banyak pengharapan perbaikan bagi siapa saja tetapi lebih dari segalanya, siapapun dapat memperbaiki kwalitas kehidupannya kini dan masa mendatang.

II. Teledensitas(3) Jaringan Seluler dan Pertumbuhan Ekonomi.

Fungsi asli dari tata pemerintahan negara adalah memenuhi kebutuhan warganegaranya, menjamin ketersediaan sumberdaya dan akses bagi siapapun. Jika seseorang diberi akses komunikasi dan informasi yang mampu menisbikan hambatan waktu dan ruang, asumsinya maka dia memiliki peluang untuk lebih berkembang dengan porsi yang lebih besar daripada mereka yang minim akses atas informasi dan komunikasi..
Pertumbuhan kemakmuran suatu negara, salah satunya ditentukan oleh seberapa terhubungkah penduduknya dengan penduduk di wilayah lainnya dalam negara tersebut atau seberapa jauhkah penduduk suatu negara memiliki akses yang memungkinkan mereka terhubung dengan penduduk dari negara lainnya(4). Data yang dipublikasikan oleh UNDP(5) menunjukkan bahwa besarnya kenaikan nilai GDP(6) di Indonesia sejak 2001 hingga 2004 rata-rata sebesar 21 %, sementara itu kenaikan jumlah pengguna telephone seluler per tahunnya sejak 2000 hingga 2004 rata-rata sebesar 69 %. Sebagai perbandingan, berikut ini dikemukakan data tentang seberapa besarkah pertumbuhan GDP yang terjadi dan seberapa luaskah telephone seluler digunakan di negara beberapa negara. Data berikut mencakup di dua negara maju di kawasan Eropa, yakni Norwegia dan Inggris dan dua negara di kawasan Asia yakni India dan Malaysia.
Inggris mengalami pertumbuhan pengguna telephone seluller sejak 2000 hingga 2004 dengan besaran kenaikan rata-rata 8,6% , sementara pertumbuhan rata-rata GDP sejak 2000 hingga 2004 juga mengalami kenaikan rata-rata sebesar 10,5%.
Sementara di India, pertumbuhan jumlah pengguna telephone seluller per tahun sejak 2000 hingga 2004 rata-rata sebesar 83,5%. Pertumbuhan GDP di periode yang sama juga mengalami kenaikan rata-rata sebesar 10,9%.
Pertumbuhan jumlah pengguna telephone seluler di Malaysia rata-rata mengalami kenaikan sebesar 29% sejak 2000 hingga 2004. Pada periode yang sama, pertumbuhan GDP per tahun rata-rata sebesar 7,25%. Sebuah catatan khusus, pada periode tahun 2000-2001 terjadi penurunan GDP sebesar 1%, namun jumlah pengguna telephone seluler pada periode tersebut justru naik sebesar 47%, yang merupakan kenaikan periodik terbesar hingga 2004.
Pertumbuhan pengguna telephone seluller di Norwegia sejak 2000 hingga 2004 rata-rata naik sebesar 4,6% sementara GDP negara tersebut sejak 2000 hingga 2004 juga mengalami kenaikan sebesar 11,55%. Terdapat fakta yang menarik, bahwa jumlah pengguna telephone seluller pada tahun 2004 menurun sebesar 1% dari jumlah pengguna pada tahun 2003, Pencapaian pertumbuhan GDP pada tahun 2004, meski meningkat sebesar 13% dari tahun 2003, namun angka ini merupakan “penurunan” jika dibandingkan dengan data pencapaian pertumbuhan GDP pada tahun 2003 yang naik 16% dari tahun 2002. Sementara pada tahun 2003 tersebut, jumlah pelanggan seluller naik 7,7% dari tahun 2002. Penurunan jumlah pengguna telephone seluler sebesar 1% ini diduga turut berkontribusi pada penurunan kemampuan pertumbuhan ekonomi nasional di periode 2003-2004 yang mengalami penurunan sebesar 2% jika dibandingkan dengan pencapaian pertumbuhan GDP pada periode 2002-2003.
Mencermati data pertumbuhan GDP dan pertumbuhan pengguna jaringan seluler di Malaysia dan Norwegia, ternyata meningkatnya pertumbuhan pengguna telephone seluler di Malaysia, tidak serta merta turut menumbuhkan tingkat GDP negara tersebut, sebagaimana terjadi pada pertumbuhan pengguna telephone seluler di Inggris, India dan Indonesia. Sementara di Norwegia, penurunan jumlah pengguna telephone seluler justru mengakibatkan penurunan kemampuan pertumbuhan GDP di negara tersebut. Data di India, Indonesia dan Malaysia yang menunjukkan pertumbuhan pengguna telephone seluller sebanyak dua digit, berkontribusi pada pertumbuhan GDP sebesar satu digit. Data ini boleh jadi mewakili kawasan Asia. Kebalikannya terjadi di Norwegia dan Inggris, yang pertumbuhan pengguna telephone seluler hanya satu digit, ternyata pertumbuhan GDP di kedua negara tersebut sebesar dua digit. Data ini dapat mengantar kita pada sebuah kesimpulan sederhana sesuai dengan pendapat Anthony Gidens tentang perbedaan tingkat perkembangan suatu masyarakat dalam paradigma strukturis, bahwa cara seseorang dalam memanfaatkan akses dan teknologi, itulah yang membuat perbedaan dan peningkatan kapasitas.
Meningkatkan teledensitas merupakan salah satu cara dalam mendorong keterhubungan antar penduduk di suatu negara atau antar penduduk di negara yang berbeda. Namun, untuk konteks Indonesia, pembangunan sarana dan prasarana pendukung lainnya selain jaringan seluler juga amat diperlukan. Hingga tahun 2003, rasio elektrifikasi kawasan perdesaan baru mencapai 78 persen, sementara jumlah desa yang tersambung prasarana telematika baru mencapai 36 persen(7). Ditargetkan, pada akhir 2009 nanti pembangunan fasilitas telekomunikasi perdesaan sekurang-kurangnya 43000 sambungan baru di 43000 desa dan pembangunan community access point di 45000 desa, dengan target peningkatan persentase desa yang mendapat aliran listrik dari 94 persen pada tahun 2004 menjadi 97 persen pada tahun 2009.
Banyak faktor yang dapat mendorong kemakmuran suatu negara. Sistem pemerintahan yang berlaku, serta pola kebijakan yang diterapkan merupakan hal penting sebelum seluruh infrastruktur teknis dan prasarana pendukung dibangun. Sistem pemerintahan negara-negara di dunia menjadi lebih demokratis dalam dua dekade belakangan ini(8). Peran teknologi komunikasi berbasis seluller dapat menjadi penyangga demokratisasi di tingkat lokal, bahkan penguatan per individu. sebagai alat, ia memiliki daya yang luar biasa dalam menembus kebekuan birokratis dan mendorong transparansi. Kontrol sosial, dan jejaring informasi tanggap darurat bencana alam, dapat tersebar efektif melalui teknologi seluler. Disisi lain, teknologi seluller juga meningkatkan efisiensi penyelenggaraan tata pemerintahan, dan meningkatkan kapasitas negara dalam melakukan penginderaan melekat atas nama keamanan negara. Kebermanfaatannya yang menjangkau hampir keseluruhan aktivitas manusia dalam kerangka interaksi antar manusia maupun antara manusia dengan institusi atau otoritas kelembagaan, menjadikannya layak diprioritaskan untuk pengembangan lebih jauh dan berkelanjutan. Negara, pihak swasta, dan para pemangku kepentingan masih perlu lebih didorong dan saling mendukung untuk memunculkan inovasi teknologi tinggi dan keseriusan melakukan investasi lebih jauh di bidang pemanfaatan dan peningkatan teledensitas jaringan seluler di Indonesia

III. Pergeseran Paradigma: dari Alat Konsumtif menuju Alat Produktif


Dari data yang telah disajikan pada bagian kedua diatas, nampak jelas bahwa jumlah teledensitas jaringan telekomunikasi di suatu negara mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai negara tersebut. Namun, jauh lebih penting untuk memastikan bahwa pemanfaatan teknologi telekomunikasi dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk aktifitas produktif yang mampu merangsang pertumbuhan ekonomi para penggunanya. Hal inilah yang membuat perbedaan penting dari pertumbuhan yang terjadi di kawasan Eropa, dengan pertumbuhan di kawasan Asia. Orientasi pemanfaatan teknologi, ternyata menjadi jauh lebih penting dari teknologinya sendiri.
Ada satu gagasan yang perlu disampaikan kepada operator penyelenggara jaringan seluler agar operator seluler memperbesar porsi dalam mendidik masyarakat tentang manfaat besar yang akan diperoleh masyarakat jika mereka mau memutuskan untuk beralih cara dalam bertelekomunikasi. Hal inilah yang masih perlu untuk dikembangkan lebih lanjut. Masyarakat perlu dilatih dan dididik bagaimanakah seharusnya teknologi telekomunikasi terutama yang berbasis seluler dimanfaatkan seluas-luasnya untuk aktifitas-aktifitas produktif. Jika kita telisik lebih jauh lagi, fungsi telephone seluller bagi sebagian besar pengguna di Asia boleh jadi hanya sebatas alat hiburan, sebagaimana layaknya Game Watch® dan Walkman® yang populer di era 1980’an dan 1990’an atau iPod® yang kini populer. Ini terbukti dengan adanya sebagian kandungan dalam ponsel berupa permainan modul digital dan pemutar musik dalam beragam format dan beragam layanan tambahan lainnya yang disediakan oleh produsen telephone seluller maupun pihak operator penyelenggara jaringan seluller. Berkomunikasi melalui telephone seluller juga dianggap sebagai bagian dari aktifitas hiburan oleh sebagian pengguna, sehingga fungsi telephone seluler berhenti menjadi sekadar alat telekomunikasi instant. Bagi kelompok masyarakat semacam ini, hadirnya telephone seluler yang mumpuni(9) dengan layanan 3,5G adalah kesempatan berbicara langsung dengan sang pacar, atau keluarga di wilayah lain, dan dapat langsung memandangi wajah dan senyuman lawan bicaranya. Fungsi hiburan semestinya tidak dipilih menjadi fungsi utama dari kemunculan telephone seluler, karena sejak semula kandungan tersebut hanya dimasukkan sebagai tambahan semata, bukan merupakan fungsi utama.
Pentingnya mendidik publik agar merubah dan memaksimalkan fungsi telephone seluler dari sekadar entertainement tools agar menjadi entrepreneur tools dapat dimulai oleh operator seluler melalui iklan yang lebih mendidik dan berbobot. Barangkali perlu dicoba, iklan yang menggambarkan pertumbuhan sebuah desa yang produktif seperti sentra perkebunan tembakau di Bansari – Temanggung(10), atau sentra kerajinan meubelair ukir di Tahunan- Jepara(11) sebelum tahun 1980’an dan sesudah jaringan telephone, jaringan seluller mulai masuk di wilayah tersebut pada tahun akhir 1990’an. Perubahan yang terjadi di kedua kawasan tersebut amat mengagumkan, disebabkan jaringan telephone dan jaringan seluler serta Internet yang membuat produktifitas, efektifitas dan efisiensi penduduk di kedua wilayah tersebut mencapai tingkat yang tinggi, justru pada saat seluruh wilayah di Indonesia mengalami dampak puncak dari krisis moneter.
Lebih jauh lagi, masyarakat tidak sekadar perlu diberitahu apa-apa yang akan terjadi dan manfaat apa yang akan mereka peroleh jika mereka mau melakukan transformasi sosial dan kultural tersebut, tetapi operator seluller dan bersama-sama pemerintah perlu meyakinkan publik dan mengedukasi secara simultan dan berkelanjutan tentang kemungkinan cara-cara yang dapat dilakukan oleh siapapun untuk memperoleh hasil-hasil yang maksimal dari penggunaan teknologi telekomunikasi berbasis seluller. Membuat beberapa proyek bersama yang memanfaatkan teknologi telekomunikasi seluler untuk meningkatkan produktifitas sebuah kawasan seluas kecamatan, kemudian mendokumentasikan dan mempublikasikan hasilnya, rasanya sudah cukup memberi bukti kuat bagi publik tentang bagaimana buah manis dari inovasi teknologi telekomunikasi ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas. Tentu saja solusi berbasis seluler yang harus ditawarkan akan sangat unik karena digali dari kekhasan di tiap lokalitas. Edukasi ini pada prinsipnya adalah pendampingan total dan menyeluruh. Hal ini untuk mempertegas pada publik bahwa kehadiran operator seluler adalah berfungsi sebagai katalisator peningkatan kapasitas publik. Kehadiran operator seluler menawarkan cara baru kepada publik dalam memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi dengan menggunakan kecanggihan teknologi telekomunikasi terkini. Pada ranah publik, cara-cara baru dalam telekomunikasi ini berarti tersedianya peluang untuk bertumbuh, berkembang dan memperoleh hasil maksimal melalui cara-cara yang lebih efektif dan efisien. Jika setiap orang mengetahui bagaimana caranya menjadi individu-individu yang produktif dan mau berpartisipasi dengan cara-cara yang kreatif dalam mewujudkannya, maka negara yang berkelimpahan dapat segera direalisasikan tanpa perlu menunggu presiden baru atau revolusi sosial meletus kembali di Republik tercinta ini.

IV. Sinergi Negara dan Swasta ; mencipta kebijakan efektif, bukan kebajikan massif


Agenda besar mewujudkan negara berkelimpahan yang melampaui negara berkembang adalah agenda yang realistis dan sangat mungkin diwujudkan. Pertumbuhan ekonomi memang dapat dicapai melalui banyak cara, dan pertumbuhan ekonomi memang hanya satu dari sekian banyak indikator penting dalam mewujudkan negara yang berkelimpahan. Pada tingkat operator penyelenggara jaringan seluller, telah dikemukakan cara-cara dan program yang mungkin dapat dikerjakan oleh mereka dalam rangka memperbesar dan memperluas peran serta partisipasi mereka bagi perwujudan negara yang berkelimpahan.
Sementara pada tingkat pemerintah negara, sangat penting untuk menggulirkan program-program yang dapat meluaskan akses informasi dan telekomunikasi publik dengan cara-cara yang efektif, dan jauh lebih penting diatas segalanya adalah menyusun kebijakan-kebijakan radikal yang mendorong orientasi publik agar mau menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Semestinya aktivitas penyelenggara negara yang berkepentingan dengan pengembangan dan perluasan akses informasi dan telekomunikasi bukan sekadar melakukan pendataan pengguna telephone atau pengguna telephone seluller, melakukan lelang jalur frekwensi, dan beragam pengaturan lainnya atas nama ketertiban dan keamanan publik atau alasan lainnya yang terkadang hanya masuk akal dalam logika birokrasi. Juga bukanlah hal utama untuk mengeluarkan sederet kebijakan yang “memaksa” operator seluller untuk menggencarkan aktivitas amal atas nama tanggung jawab sosial perusahaan penyelenggara jaringan seluller. Akan tetapi sangat perlu bagi para pemangku kepentingan di bidang perselulleran dan pemerintah untuk bersama-sama mewujudkan kebijakan yang lebih memihak kepada publik. Pada waktu-waktu yang lalu, kebijakan pemerintah untuk mewajibkan pendataan bagi semua pengguna layanan seluler ternyata dapat dikecoh oleh sebagian orang dengan mengirimkan data-data palsu, karena keabsahan data yang dapat dikirim melalui layanan pesan singkat tersebut sulit terkonfirmasi(12). Penataan jalur frekwensi menimbulkan kerumitan teknis bagi sebagian pelanggan seluller saat pemerintah memutuskan menata jalur keperuntukan frekwensi CDMA. Sementara lelang pemerintah dalam rangka pemanfaatan jalur seluller bagi operator seluler, belakangan ini memicu perang tarif yang menuai banyak gugatan terbuka media massa yang berasal dari pelanggan seluller baru yang merasa tertipu oleh iklan tarif murah yang dilakukan oleh sebagian besar operator seluller dalam memperoleh pertambahan jumlah pelanggan baru. Pada akhirnya, “perang tarif” yang mengesankan pelecehan operator yang satu terhadap operator lainnya ini akan menegrucut menjadi dua kemungkinan, apakah akan terjadi praktik predatory pricing(13) oleh sebagian operator seluler terhadap operator lainnya, atau jika seluruh operator seluler menjalin komunikasi bisnis yang baik diantara mereka, maka parktik kartel untuk produk layanan tertentu dapat terjadi. Akibat lainnya adalah operator seluler kurang transparan dalam menjelaskan kepada publik, sebesar apakah biaya yang diperlukan untuk pengiriman SMS atau melakukan percakapan, misalnya. Baik praktik predatory pricing maupun permufakatan menjurus praktik kartel dalam bisnis, berujung pada kemungkinan dirugikannya konsumen baik secara materiil maupun non-materiil. Jika ini yang terjadi, maka operator seluler akan kehilangan kepercayaan publik yang merupakan konsumen sejatinya. Kesemuanya berawal dan akan kembali lagi pada pilihan startegi kebijakan pemerintah dalam mengelola pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis seluler yang disediakan operator seluler bagi publik. Operator seluler telah mengambil alih sebagian tugas negara dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkelimpahan. Kebijakan yang tidak berpihak pada operator seluler, dapat berarti tidak berpihak pada publik. Sebaliknya, jika pemerintah dan operator seluler menjalin kinerja sinergis, maka pertumbuhan dan kelimpahan bagi semua sudah dapat dipastikan sejak awalnya.
Dalam rangka peningkatan akses informasi dan ketersediaan sarana telekomunikasi yang dapat dimanfaatkan secara luas oleh publik, sekaligus mencapai target pembangunan nasional jangka menengah hingga 2009, maka ada beberapa rekomendasi yang dapat penulis tawarkan bagi pemerintah dan para pemengku kepentingan bidang pengembangan pertelekomunikasian di Indonesia. Pertama, perlu sekali dimulai untuk menetapkan peraturan pengurangan pajak atas perlengkapan dan jasa telekomunikasi karena hal ini terkait pada keterjangkauan seluruh penduduk agar dapat mengakses dan memanfaatkan peralatan telekomunikasi semacam telephone seluler, disamping untuk mendorong pertumbuhan pelanggan seluler. Kedua, sangat penting bagi pemerintah bersama-sama operator seluler untuk mengedukasi masyarakat tentang pemanfaatan teknologi jaringan seluler, yang tidak hanya sebatas pada entertainment tools saja tetapi juga dapat berfungsi sebagai entrepreneur tools yang memiliki nilai produktifitas tinggi. Ketiga, pentingnya sinergi antara swasta, dalam hal ini operator seluler dengan pemerintah, untuk “naik gunung dan menembus hutan”, menjelajahi daerah-daerah yang masih minim akses dan masih mengalami hambatan akses telekomunikasi antar daerah, terutama disebabkan oleh hambatan jarak dan waktu. Prioritas bantuan diberikan kepada mereka yang telah atau baru mulai berproduksi atau tapi kesulitan dalam akses pasar, transaksi dan komunikasi. Tujuannya adalah membentuk model transformatif dan membuktikannya melalui sederet kisah sukses yang telah nyata terjadi. Selain itu, akses juga harus diperluas kepada pusat-pusat pertumbuhan seperti sekolah, agar setiap siswa memiliki peluang yang sama untuk belajar dan berkembang. Pada akhirnya, kesenjangan literasi dan akses pada pengetahuan perlahan dihilangkan. Efisiensi dan efektifitas dalam bertransaksi, mendapatkan cara baru dan informasi baru dalam melakukan konservasi lingkungan alam, mendorong kreativitas dan memunculkan lapangan pekerjaan baru yang lebih spesifik dan unik adalah sebagian kecil keuntungan yang akan dinikmati oleh publik. Semakin banyak ragam dan cara dalam bekerja, belajar dan berkembang, maka semakin banyak orang yang bisa diberdayakan karena semakin banyak orang yag terlibat dalam berproduksi atau menghasilkan nilai tambah yang tidak hanya baru tetapi juga unik. Pada akhirnya, akan tersedia kelimpahan bagi semua. Publik mendapatkan cara-cara baru yang melimpah dalam memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan, penyelenggara negara berhasil memenuhi janjinya kepada publik dan memastikan stabilitas internal yang lebih luas dan tangguh, sementara operator penyelenggara seluller memperoleh pelanggan setia, karena teknologi telekomunikasi seluler adalah bagian tak terpisahkan dalam mewujudkan kehidupan yang berkelimpahan.

Dunia ini cukup bagi seluruh penghuninya
kecuali bagi satu orang yang tamak..
(Mohandas K Ghandi)
Cijantung, 12 Oktober 2007, dini hari.


CATATAN KAKI
1. Naskah ini ditulis dalam rangka mengikuti XL Award-Writing Competition 2007 di Jakarta dan berhasil menjadi Juara 1 untuk kategori penulis umum. Penganugerahan telah dilaksanakan di Rumah Daksa - Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 22 November 2007.
2. Wacana pada bagian pengantar ini, sebagiannya ditulis berdasarkan telaah atas Teori Strukturasi dari Anthony Giddens pada Social Theory and Modern Sociology. Cambridge : Polity Press, 1987.
3. Teledensitas (Teledencity). Rasio pengguna jaringan telekomunikasi berbanding dengan jumlah populasi penduduk. Asumsinya, semakin tinggi teledensitas suatu negara, semakin besar peluang warganya untuk mengakses informasi dan melakukan komunikasi antar atau inter-wilayah.
4. Brady, Robert A. Organization, Automation, and Society: The Scientific Revolution in Industry. University of California Press. Berkeley ; 1961. hal. 76
5. Human Development Report : 2002,2003,2004,2005,2006. Lihat grafik pertumbuhan pada halaman lampiran.
6. Gross Domestic Product, Produk Domestik Bruto. Merupakan salah satu parameter pertumbuhan ekonomi suatu kawasan atau negara yang digunakan UNDP dan ekonom pada umumnya.
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 77/2005, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, Bab 16,25 dan 26
8. Human Development Report 2002. Deepening Democracy in an fragmented world. UNDP ; New York, 2002. hal.10
9. Mumpuni, dalam istilah keteknikan (bahasa Inggris) lazim disebut Compatible
10.Penulis mengunjungi daerah tersebut dan berdiam beberapa lama disana pada pertengahan tahun 2002
11.Di kawasan ini penulis sempat menetap selama setahun pada tahun 2006 lalu.
12.Penulis mencermati, sebagian orang ternyata dapat mengisi dan mengirim balik format pendataan SIM Prabayar melalui SMS Center 444 dengan data-data yang sepenuhnya palsu dan tanpa terkonfirmasi
13.Istilah disiplin ilmu ekonomi, terutama bidang pemasaran produk, yang merujuk pada tindakan suatu badan usaha atau sekelompok badan usaha yang menurunkan harga produk jauh dibawah harga normal yang ditetapkan oleh produsen barang sejenis bahkan hingga dibawah biaya produksi dengan maksud menjaring pasar yang luas sekaligus mematikan pesaing.



R E F E R E N S I


Buku

Brady, Robert A. Organization, Automation, and Society: The Scientific Revolution in Industry. University of California Press. Berkeley ; 1961

Giddens, Anthony. Social Theory and Modern Sociology. Cambridge : Polity Press, 1987

Organski. AFK. The Stages of Political Development. Terjemahan edisi Bahasa Indonesia, Tahap-Tahap Perkembangan Politik. PT Melton Putra Press, Jakarta : 1985.

Priyono, B-Herry. Anthony Giddens, Suatu Pengantar. Kepustakaan Populer Gramedia,
Jakarta : 2002


Dokumen

Peraturan Presiden Republik Indonesia No.77 Tahun 2005, Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009

United Nations Development Programme, Human Development Report & Human Development Indicator 2002,2003,2004,2005,2006.
|
1 Response
  1. Anonim Says:

    Pak Rahmat, tulisan ini bermanfaat untuk thesis saya. Bisakah kita berdiskusi lebih jauh ?

    Shanti Arienda


Posting Komentar

kirimkan tanggapan anda