kalam pencerahan
MELIHAT KE DALAM, BERKACA DI HADAPAN,
BERFIKIR, LALU BERIKRAR...!!


Ditulis oleh Rahmat Akbar, Mahasiswa Smt 8 Jurusan Sejarah FIS UNJ, sebagai bahan diskusi dalam mata kuliah Sejarah Intelektual, di bawah bimbingan Prof.Dr.Diana Nomida Musnir, M.Pd. 21 April 2003.


Bacalah ; Dengan Nama Tuhan mu yang menciptakan...
Boleh jadi, lembaran berikut ini tidak bisa menggambarkan secara jelas maksud yang hendak dicapai dari tujuan penulisannya, sesuai dengan kesepakatan kuliah pekan lalu atau yang sesuai dengan judul tulisan ini. Rasanya terlalu besar beban yang harus ditanggung oleh tulisan ini jika ia memang diharuskan mengemban misi tersebut.
Dalam lintasan sejarah kemanusiaan di kurun waktu apapun, selalu muncul anak-anak zamanyang menjadi salah satu penentu jalannya sejarah peradaban kemanusiaan. Terukirnya nama mereka seabadi karya yang dipersembahkannya pada kemanusiaan. Tinta yang menitis dari ribuan pena tak pernah kering hingga hari ini untuk terus melukiskan setiap detik kehidupan mereka dan menggali pelajaran-pelajaran berhargayang menyejarah dari mahakarya-mahakarya yang dihasilkannya bagi peradaban manusia dan kemanusiaan. Di setiap diri merekalah mengalir recik-recik keteladanan yang tak lekangoleh zaman hingga hari ini. Prosesi pergulatan pencarian eksistensi dirinya dalam konteks kemanusiaan hingga mampu menjadikan diri mereka teladan di muka bumi merupakan salah satu potongan episode kehidupan mereka yang amat menarik untuk dibahas dan dibicarakan dengan bahasa apapun dan dalam konteks kemanusiaan manapun. Mereka unggul atas manusia-mansia lainnya di bumi. Mereka telah memahami, lewat pencariannya yang tak kenal henti akan eksistensi diri dalam konteks mikro dan makro kosmos. Kini kita mencoba menelusuri jalan setapak yang boleh jadi akan menguras seluruh potensi diri kita. Jalan inilah yang diyakini sementara orang sebagai jalan yang di tempuh anak-anak zaman itu menuju keabadian lewat mahakaryanya yang dipersembahkannya bagi kemanusiaan. Atas dasar pola berfikir demikianlah, maka tulisan ini dibuat, yang merupakan pantulan refleksi penulis setelah membaca dan berusaha memahami Harun Yahya lewat karya-karyanya.

Lihat dirimu, dan perhatikan Semesta ..
Selalu, dalam pentas peradaban dunia terjadi pergulatan akan eksistensi. Ada kebenaran di satu sisi, dan ada kebatilan di sisi lainnya, dan dalam konteks mikro, ada pergulatan diri dalam pencarian hakikat kemanusiaan dirinya di tengah manusia lainnya. Untuk pergulatan semacam inilah, perlawananterberat perlu di lakukan agar tak sesat jalan. Keluar dari cangkang kebekuan zaman, lepas dari belenggu materialisme dan system kapitalis yang menghegemoni adalah langka awalannya. Kita telah menemukan, mengapa kita pada hari ini hidup terkotak-kotak, antara eksistensi dan essensi diri. Dalam konteks ke eksistensian diri, kita perlu membuktikannya melalui mahakarya kita bagi peradaban ummat di hari ini. Namun, dalam konteks peneguhan essensi diri, maka perlu ada pencarian yang tak kenal waktu, serta lepas dari konteks keruangan. Ketimpangan dari salah satu proses, akan berakibat fatal. Apabila locuspembuktian eksistensi diri menjadi focus utama investasi kehidupan kita di dunia ini, maka yang cenderung terjadi adalah arogansi dan munculnya mental-mental serakah, penindas dan dibuktikan dengan bertebarannya rezim-rezim tiran di pentas peradaban ummat dalam konteks waktu dan ruang manapun. Di sisi lain, apabila locuspencarian essensi kemanusiaan menjadi pilihan diri kita untuk menginvestasikan seluruh waktukehidupan kita di dunia, maka yang terjadi adalah tenggelamnya kita dalam ruang-ruang maya, hingga keberadaan kita tak dirasakan manfaatnya oleh manusia-manusia lain, serta tak ada sedikitpun pembuktian bagi kemanusiaan yang dapat kita sumbangkan sebagaihasil dari pencaran eksistensi diri kita. Kini, kita hidup dalam dunia yang serba kompleks, sistematik dan konsekwensinya, pola hidup semacam itu tak dapat diterima oleh siapaun, sehingga Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, seorang filsuf kenamaan dari abad 12 di pentas peradaban muslim berikrar bahwa orang semacam itu,layaknya bangkai busuk yang harus disingkirkan ! Tentulah kita tidak ingin mengalami ketimpangan semacam itu. Meski kehihidupan kita hari ini dikungkung oleh system yang hegemonic dan menindas secara sistematis, namun pertanyaannya adalah mengapa kita harus hidup di dunia yang terkotak antara essensi dan eksistensi, antara agama dan sains, antara fakta dan imaji ? Hal ini terjadi, karena adanya penbiasandari tujuan pencarian yang di alami oleh manusia, sehingga pencarian kebanaran atas prosesi penciptaan di muka bumi tidak mendorong terjadinya kristalisasi keyakinan akan kebenaranessensi dirinya yang juga seseorang yang merupakan produk ciptaan dari Sang Maha Pencipta. Jika saja penelusuran kita atasprosesi penciptaan semesta ini mendorong kita semakin yakin akan essensi diri kita dalam konteks kesemestaan, maka respons kesombongan, arogansi dan pengingkaran dapat dikekamg agar tak muncul dengan munculnya kesadaran diri dari dalam nurani kita akan hakikat siapa kita sesungguhnya, mengapa kita ada dan diciptakan, serta untuk tugas apa kita diciptakan ?. Kalau alurnya sudah demikian, maka kekhawatiran bahwa essensi dasar penciptaan terlupakan dengan gemerlap eksistensi imajiner yang dibangun dan diciptakan melalui prosesi pencarian kebenaran empiris a la sains modern, tidak akan terjadi.

Kerangka Acuan Diskusi ;Tawaran Metodologi Spiritual Engineering

Melihat kedalam berarti menelisik ulang tentang siapa, apa dan bagaimana kita kelak ?
Bagaimana dengan visi hidup, tawaran realitas dan bekalan rasio serta pengalaman empiris sebagai penuntun ?
Berkaca di hadapan berarti kita mulai mencari jawaban di dalam dengan melakukan penjelajahan ke luar lingkaran diri, dan mengumpulkan data serta fakta untuk mencari bukti atas kebenaran Illahiah
Berfikir berarti mengolah dan merefleksikan, memantulkannya dan mengolahnya sendiri untuk mengendapkan serta meresapi alternatif jawaban yang mungkin kita temukan dan akan kita pilih.
Berikrar adalah syahadat kita, statemen prbadi sebagai pantulan pencerahan spiritual kita, yakni sesuatu yang kita dapatkan setelah melalui eksplorasi, elaborasi dan refleksi kita yang panjang. Ini adalah buah dari
spiritual engineering bagi sang pembelajar agar tak hanya terdidik, tapi juga harus tercerahkan secara spiritual, moral dan intelektual yang terpantulkan melalui sikap hidupnya di tengah-tengah manusia pada umumnya.

NOTULENSI DISKUSI


Mata Kuliah : Sejarah Intelektual
Hari / Tanggal : Senin, 21 April 2003 Waktu : Pukul 08.10 09.47 WIB

Pemerhati dan Pertanyaan Diskusi


Agung Pardini 

Bagaimana tentang keberadaan Manusia Purba menurut Harun Yahya, bukankah keberadaan Manusia masa purbakala adalah suatu fakta tak terbantahkan ?
Evolusi, menurut konsepsi serta konstruksi paradigma yang saat ini kita kenal, dapat dibagi menjadi evolusi fisik dan evolusi kebudayaan, yang pada hakikatnya merupakan sebentuk perubahan menuju kesempurnaan.Jika kita mengacu pada pendapat-pendapat Harun Yahya, maka kita dapati bahwa evolusi adalah suatu kemustahilan. Bagaimana menurut anda ?

2. Asep Khambali

a. Bagaimana status Nabi Adam selaku manusia pertama ciptaan Tuhan sebagaimana yang telah diyakini oleh banyak orang ?
b. Bagaimana dengan teori Missing Link ?

3. Muhammad Irfan

a. Ilmuwan harus Independen, dengan kata lain ia harus melepaskan semua keterkaitannya dengan dogma-dogma agama yang bias mendistorsikan keobjektifannya dalam megemukakan analisisnya. Sementara kita melihat Harun Yahya menggunakan pendekatan Agama untuk menganalisis fenomena sains, bagaimana menurut anda ?
b. Adakah bukti-bukti Ilmiah dari pemikiran Harun Yahya, apakah pemikirannya hanya sekedar persepsi atau benar-benar fakta ?

Jawaban Pemakalah

(untuk Sdr. Agung Pardini)

a. Harun Yahya, adalah penganut Creationist. Ia percaya, bahwa segala hal di dunia ini ada sebab diciptakan dengan sempurna oleh Tuhan sejak awalnya. Dalam karya-karyanya yang banyak menentang Teori Evolusi, pada hakikatnya berpusat pada perang Paradigma Berfikir tentang suatu obyek permasalahan yakni ; proses penciptaan manusia. Akan halnya manusia purba, memang benar bahwa hal tersebut adalah fakta yang tak terbantahkan. Namun perlu dipahami bahwa manusia purba pada hakikatnya adalah ras manusia yang hidup di masa lampau, ribuan bahkan mungkin jutaan tahun yang lalu. Dan sekali lagi, manusia purba tetap manusia purba dan ia, sebagaimana yang diyakini oleh Harun Yahya sendiri, tidak mengalami proses evolusi biologis. Sehingga, keragaman bentuk fisik tak lain merupakan sebentuk variasi ras-ras manusia sebagaimana jikakita lihat ras Afrika dan ras Eropa. Namun, tetap saja mereka adalah manusia yang Tuhan menciptakannya dalam bentuknya yang paling sempurna, tanpa proses evolusi.

b. Pada prinsipnya, manusia adalah makhluk dinamis, yang senantiasa mengalami perubahan, namun, prosesi perubahannya bukanlah sebentuk perubahan fisik dari struktur fisik yang sederhana menuju struktur fisik yang lebih rumit. Perubahan yang terjadi harus dimaknai sebagai sebentuk proses adaptasi fisik atau psikis dalam rangka mempertahankan eksistensi kehidupannya di tengah derasnya tantangan kehidupannya. Prosesi adaptasi ini kadangkala, diikuti dengan sebentuk adaptasi fisik yang tidak terlalu signifikan, karena meski misalnya, ukuran kakinya lebih lebar dari manusia kebanyakan, atau memiliki selaput di sela-sela kaki (sebagaimana ditemukan di Kepulauan Sangier) tetap saja status mereka sebagai bagian dari ras manusia, dan perubahannya adalah sebentuk adaptasi, dan bukannya evolusi. Sebab, evolusi merupakan perubahan tahap demi tahap menuju titik sempurna, sementara perubahan yang terjadi diras manusia sejah ini hanya dapat dipandang sebagai sebentuk adaptasi semata.

(Untuk Sdr. Asep Khambali)

a. Perihal Nabi Adam a.s, maka kami berkesimpulan bahwa beliau adalah seorang Nabi, dan jika kita kembalikan kepada pengertian dari Nabi itu sendiri, maka akan didiapati fakta bahwa yang dimaksud Nabi adalah Hamba Tuhan Pilihan, yang diutus untuk mengemban misi Ke Tuhan an di muka bumi atas suatu komunitas manusia (ummat. Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa Adam adalah Nabi pertama yang diutus Tuhan kepada ummat manusia, sehingga wajar apabila kita temukan keterangan di dalam teks Al Quraan mengenai kekhawatiran akan penciptaan seorang khilafah yang boleh jadi nantinya hanya akan membuat kerusakan di muka bumi sebagamana manusia manusia sebelumnya. Adam, tidak dinyatakan dengan tegas oleh Allah Sang Pencipta melalui pengkabarannya dalam Al Quraan sebagai manusia pertama yang diciptakan Nya untuk kemudian ditempatkan di Bumi, namun yang pasti, dia (Adam) adalah manusia yang menyandang gelar Khilafah yang pertama, sekaligus utusan Tuhan yang pertama atas ummat manusia di muka bumi, sebagaimana termaktub dalam Al Quraan.

b. Hingga hari ini, teori mssing link masih merupakan teori yang dipandang secara sinis oleh banyak cabang ilmu pengetahuan, terutama Biologi. Teori missing link pada dasarnya hanya dilandasi atas sebuah asumsi belaka yang sangat sulit dibuktikan kebenarannya dengan postulat atau metode ilmiah manapun. Hendaknya kita memperlakukan asumsi (bukan teori) adanya missink linkini dengan wajar, sebagaimana kita memandang suatu asumsi subyektif belaka, sehingga hal demikian semestinya tidak menyibukkan kita, apalagi sampai pada taraf membingungkan kita. Karena itu, sebaiknya kita tetap bersikap wait and see karena perkembangan asumsi ini masih terus berkembang hingga hari ini.

(Untuk Sdr. Muhammad Irfan)

a. Berkenaan dengan masalah Independensi seorang Ilmuwan, maka nampaknya ita semua harus menempatkan masalah ini dengan seadil mungkin, yakni dengan melihat pokok masalahnya. Fenomena Sekularisasi ilmu pengetahuan ini telah dimulai sejak abad pencerahan , yang ketika itu otoritas Gereja dan Negara dibedakan dengan tegas. Bahwa agama, adalah urusan pribadi, sementara Negara adalah rusan publik. Proses domestikasi Agama ini terus berlanjut hingga merambah ke bidang-bidang Publik lainnya, termasuk Ilmu Pengetahuan dan pengkajiannya. Karena Ilmu pengetahuan dan hasil-hasil pengkajiannya adalah milik publik, maka ia harus bebas nilai dan muatan apapun, termasuk agama. Sehingga, ilmu pengetahuan semakin sekuler. Kesalahkaprahan ini terjadi karena alur demikian itu. Masalah bebas nilai sendiri, adalah masalah yangsampai hari ini mengundang perdebatan di kalangan ilmuwan sendiri, terutama para filsuf etika dan pakar filsafat Ilmu Pengetahuan. Netralitas sendiri, sesunggunya adalah suatu yang tak mungkin dilakukan, mengingat tujuan dari pengkajian Ilmu Pengetahuan adalah proses pencarian Kebenaran. Bukankah kebenaran itu sendiri merupakan suatu nilai, atau setidaknya suatu yang mustahil muncul tanpa dilandasi oleh itikad baik dan nilai-nilai luhur semacam kejujuran. Arogansi pendapat bahwa Ilmu harus netral, lebih dimaksudkan agar ilmu terlepas dari usaha politisasi dan upaya lainnya yang dapat mengurangi kwalitas hasil pengkajian ilmu tersebut dan obyektivitas dalam prosesnya. Akan halnya Haryn Yahya, maka saya sangat sependapat atas usahanya. Pengkajian harun Yahya, merupakan sebentuk pengkajian Ilmu Pengetahuan yang bertujuan untuk membuktikan eksistensi sang pencipta, dengan jalan melakukan analisis tajam dan mendalam terhadap fakta-fakta social-politik dan realitas kesemestaan, melakukan perbandingan antara asumsidan paradigma Materialisme, dengan paradigma dan argumentasi Illahiyah yang tercantum dalam Quran,serta diyakini kebenarannya oleh sebagian besar ummat Islam. Upaya perbandingan ini dilakukan dengan cara mengeksplorasi hasil-hasil pengkajian empiris para ilmuwan masa kini, (misalnya tentang penyelidikan proses penciptaan alam semesta) dan mengkomparasikan dengan asumsi Paradigma Materialisme untuk kasus yang sama (misal ; asumsi proses penciptaan alam semesta). Kemudian, ia melagkah lagi dengan menyodorkan informasi dari Quran masalah penciptaan alam semesta tersebut, dan dari komparasi ketiga aspek tersebut, ditariklah suatu kesimpulan akhir yang memutuskan kebenaran berada di pihak siapa, apakah informasi Illahiyah sebagaimana termaktub dalam Quraan atau asumsi Materialisme sebagaimana diyakini sebagian orang di muka bumi ini.

b. Pengkajian harun Yahya sehingga dapat menghasilkan karya-karya besar yang mampu membuka cakrawala pemahaman kita atas realitas empiris di alam semesta ini sesuai dengan perspektif Qurani jelas bukan merupakan suatu asumsi-asumsi yang dipoles dengan sedikit fakta empiris, sehingga seolah-olah nampak merupakan suatu yang rasional, masuk akal, dan layak disebut Ilmiah, padahal sesungguhnya tidak mengandung kebenaran Ilmiah sama sekalisebagaimana yang kita temukan pada asumsi dan Paradigma yang digunakan oleh filsafat Materialisme dalam memandang suatu Fakta, sehingga bayak kalangan yang semula meyakini cara pandang demikian, berubah menjadi pihak yang paling menentang materialisme. Pandangan, pendapat dan hasil-hasil Karya dari Harun Yahya adalah hasil dari pengkajian Ilmiah yang dapat dibuktikan, sehingga secara rasional dapat diterima dan secara empiris dapat dipertanggung jawabkan. Kita dapat melihat hal itu dalam eksplorasinya membongkar kekeliruan teori evolusi. Dalam usahanya itu, ia menyertakan bukti bukti serta temuan pakar terdahulu. Sebenarnya usaha Harun Yahya dalam membongkar ketidak ilmiahan teori Evolusi merupakan suatu usaha pengumpulan fakta terdahulu yang jarang di ekspose oleh kalangan akademisi dan ilmuwan, sehingga Harun Yahya, hanya mempertegas kembali kekeliruan teori Evolusi ini dan menawarkan suatu pendekatan baru yang lebih Qur'ani. Wallahu a'lam..
kalam pencerahan
Ditulis oleh Maud Boshart, salah satu anggota Marinir Angkatan Laut Belanda yang terlibat langsung dalam pemberontakan ini

Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Rahmat Akbar


Ya, pada waktu itu memang banyak terjadi pemberontakan. Setiap harinya pasti ada peristiwa-peristiwa menegangkan yang terjadi, selalu ada unjuk rasa dan pertemuan, serta di bagian utara Sumatera terjadi pemberontakan penduduk, Semua ini membuat pemerintah kolonial menjadi panik.

Hari-hari selanjutnya adalah hari yang berat bagi pemerintah Belanda. Pada tahun 1928-1929 di Jawa dan Sumatera banyak terjadi pemberontakan hebat yang menentang kekuasaan pemerintahan Belanda, meskipun berbagai upaya telah dicoba untuk meredam tetapi semangat pemberontakan tetap saja berkobar. Ditambah lagi dengan terjadinya krisis ekonomi dunia pada tahun 1929, dimana kas negara beberapa tahun terakhir mengalami defisit ratusan juta. Berhemat, itulah semboyan yang muncul, dan akibatnya armada laut Pelayaran Hindia Belanda pun mendapat potongan gaji sebesar 5% kemudian menjadi 8%. Pada pemotongan ketiga sebesar 10%, yang berarti ini sudah batas pemotongan.

Pada waktu itu saya adalah pemimpin Perkumpulan Armada Laut Eropa dan kami pun segera mengadakan pertemuan unjuk rasa dengan suasana hati yang berkobar-kobar. Kami mulai dengan mengirimkan sebuah telegram kepada pemerintah yang isinya antara lain adalah bahwa Badan Pengurus tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap personil armada laut untuk masih mentaati peraturan angkatan. Kemungkinan pemerintah masih syok, kami di Badan Pengurus memutuskan untuk mengadakan hubungan dengan Perkumpulan Armada Laut Pribumi yang pengurusnya sudah mulai menentang penjajahan kulit putih. Aksi kami berhasil, keesokan harinya kami mendapat berita bahwa pemotongan gaji tidak akan berlanjut.

Pimpinan armada laut terkejut. Segera tersedia sejumlah kapal berawak. Tujuannya jelas yaitu untuk menguasai peraturan kelautan dibanding daratan, dan dengan prinsip itu dipisahlah orang-orang umum dengan raddraaiers (yang ahli). Saya sendiri mendapat perintah untuk menaiki kapal Tujuh Propinsi yang dikirim untuk mengelilingi Sumatera selama dua bulan tetapi tanpa hasil. Itu adalah sebuah perjalanan, setidak-tidaknya itulah yang tertancap di benak kami sebagai pimpinan armada laut. Suasana di kapal pastinya tidak baik dan makanan tidak layak ada di sana sebagai bagian dari sebuah kesalahan yang tidak begitu penting. Sebagian makanan yang tersedia adalah persediaan makanan selama perang, yang sudah 15 tahun disimpan dan digantikan sebagai barang dagangan yang segar. Jadi selama 15 tahun kami memakan sejenis ikan laut dari kaleng dan capucijners yang diproduksi pada tahun yang sama. Senin harinya koki menyediakan knikkers dengan beberapa soda dan ini berlangsung sampai hari Kamis. Kentang Juliana , kami menyebutnya. Keluhan bertubi-tubi datang dari komandan, namun dijawab makanan itu memang tidak begitu segar tetapi masih pantas untuk dikonsumsi. Sejak awak kapal menolak mengikuti pertandingan sepak bola persahabatan dengan kesebelasan Sibolga (dengan perut kosong bagaimana mungkin kami bisa bermain sepak bola) dapat dijelaskan dengan kalimat sederhana dan siapa yang tidak ambil bagian akan dikirim ke provoost.··

Selanjutnya datang berita bahwa pemotongan gaji tetap berlaku sebesar 7%, bukan 10%. Para pemuda menjadi marah karena berita ini dan dari ruang sein kami mendengar berbagai reaksi dari para armada kapal. Di Surabaya para armada akan mengadakan unjuk rasa tetapi tidak dijinkan dan ditolak oleh dinas yang berkepentingan. Sejumlah pemuda dijebloskan ke dalam penjara. Hingga kami mengadakan pertemuan unjuk rasa di kapal Tujuh Propinsi diijinkan, baru akhirnya keluar juga kata-kata yang selama ini disembunyikan : tidak ada pembicaraan mengenai pemotongan gaji lagi.

Pada saat Bagian Kesekretariatan mengirimkan telegram yang berisi Turut prihatin dan lanjutkan aksimu, ia langsung menghilang selama 14 hari dalam penjara. Suasana pun menjadi sangat panas. Pelabuhan Oleh-leh pun dibom.



Untuk menenangkan situasi para komandan bersaing untuk membuat pesta di sekitar Oleh-leh seharga 500 gulden, dimana di sana akan bersenang-senang dan berdansa dengan wanita Eropa. Kabar ini menimbulkan kecurigaan karena dimana-mana terjadi perselisihan antara kelasi dan prajurit kolonial. Kami sangat memahami bahwa pesta ini adalah sebagai sarana untuk menarik perhatian. Sangat sedikit orang Eropa yang menghadiri pesta ini. Dan pada umumnya orang Indonesia juga tidak menghiraukan undangan ini...

Pada malam hari tanggal 3 Februari awak kapal Indonesia mengambil sebuah keputusan, pimpinan Tujuh Propinsi mengambil inisiatif untuk berlayar ke Surabaya membebaskan teman-teman yang tertangkap. Awak Eropa tidak percaya melihat hal ini. Mereka sama sekali tidakmenduga. Pagi hari tanggal 4 Februari, Ketua Cabang Perkumpulan Armada Laut Dalam Negeri, Hendrik, berkata pada saya,Malam ini kita akan berlayar ke Surabaya, tetapi saya menanggapinya sebagai sebuah gurauan. Aksi ini dipersiapkan dengan teliti, siapa yang masih hidup dia yang akan menjadi pimpinan Perkumpulan Angkatan Laut Eropa. Dengan jiwa reformisnya dia berdiri diam seharian di bagian tepi kapal terhanyut dengan pengetahuannya. Tanggal 4 Februari saya memiliki sebuah sekoci (Oleh-leh tidak mempunyaipelabuhan dan Tujuh Porpinsi berlabuh sekitar 1 sampai 1½ km dari pantai). Seharian suasana damai, beberapa pemuda pergi ke daratan, ini pun dapat dipahami. Malam harinya tiba-tiba datang seorang letnan kelas tigamengejar dan memerintahkan saya untuk membawanya ke kapal. Ternyata pimpinan sudah tewas, di bawah hati nuraninya dan komandan pun berteriak di tengah riuhnya pesta di kantin KNIL. Peristiwa ini benar-benar dianggap sebagai lelucon yang sangat lucu, tetapi membuat suram bagi salah seorang bawahan, yang sekarang sedang bersama saya menuju kapal. Ketika kami bersandar di sisi kapal, ternyata tempat kejadian tadi rusak. Segera kapaldipenuhi oleh orang-orang Indonesia bersenjata dan seorang opsir yang datang dengan tergesa-gesa. Bagian penutup meriam dipukul, amunisi mulai berbunyi, lampu sorot mulai terlepas. Di bawah, Paradji dan Gosal (pemimpin) memberi perintah, apakah mereka tidak pernah melakukan hal ini dan kotak amunisi yang berisi granat sepanjang 15cm diangkat atau ini hanyalah urusan yang berkepentingan.

Melihat raut wajah orang Indonesia yang bersenjata, terlintas dalam benak saya bahwa tidak boleh ada korban lagi! Saya berlari ke belakang dan bertemu dengan sejumlah opsir yang berbicara kasar kepada saya bahwa saya harus membuat peraturan dan menangani situasi ini. Saya pun mencoba untuk mengatur dan mengatasi keadaan ini. Saya yakin bisa melakukan yang terbaik dan mereka pun percaya. Tentu saja tidak banyak yang bisa saya lakukan. Orang-orang Indonesia sangat keras. Saya berusaha mengatasinya dengan cara tidak menembak dan keadaan baru dapat ditangani ketika ada kesepakatan bahwa tidak ada penggunaan senjata, sebagaimana yang juga dilakukan opsir.

Salah satu dari pejuang berjalan ke arah radiohut dan saya masih dapat menerima bahwa dia juga hidup melalui tiupan. Sayang sekali kopral, seru seorang Indonesia. Itu baru saja menjadi miliknya.

Saya mendengar, Kembali ke ruang kommando,. Ruang sein masih dikuasai opsir dan awak kapal bertanya apa yang harus dia lakukan. Bawa dia pergi, jika dia melawan, tembak saja, ini adalah sebuah perintah. Saya meminta dan mendapat kesempatan untuk tidak mengurusi masalah ini, mengambil pistol (yang tidak berisi peluru) dan berlari menuju ruang sein, dimana di sana terdapat sebuah ancaman dari baron De Vos van Steenwijk terhadap seorang Eropa. Katika Baron melihat saya memegang pistol, dia menjadi jinak dan perlahan mundur ke belakang. Perlahan saya mengetahui bagaimana proses pemberontakan terjadi. Rencana awalnya adalah pukul satu dini hari akan dijalankan. Siang harinya Paradji tertangkap basah ketika dia membongkar gudang amunisi, dan dilaporkan pada Gosal, tetapi dia hanya ditegur dan disuruh mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada opsir satu. Ini dikritik sebagai perbuatan bodoh sepanjang hidupnya, dan memerintahkan melalui Paradji untuk berpakaian sopan (dia mengenakan jeans pendek dan baju belel). Paradji memberitahu ke semua pimpinan dan penyerbuan pada senapan pemulur adalah sasaran berikutnya. Pemberontakan adalah sesuatu kenyataan. Ketika semua opsir merasa mulai tidak aman, saya turun ke bawah dan bertemu dengan stoker Eropa dan Indonesia yang sedang sibuk menghasilkan uap guna menjalankan mesin dan dengan hati-hati menjalankan Tujuh Propinsi ke lautan bebas saat tengah malam. Satu-satunya pengertian yang bisa diterima dari persaingan armada Indonesia akan digambarkan nanti. Pangkalan laut Oleh-leh adalah perairan yang berbahaya. Siang harinya komandan memerika dua mesin yaitu kemudi dan kapal tunda sebagai persiapan bantuan. Tujuh Propinsi berlayar hanya untuk memutar arah pada mesinnya (mesin kemudi yang sudah sempat dipasang pengunci oleh opsir) pada malam gelap. Lagipula masih terdapat banyak sekoci yang tidak sempat digerek.

Pemberontakan merupakan sebuah tamparan bagi rezim kolonial. Tidak hanya menjadi kontroversi diantara armada Eropa dan Indonesia tetapi juga diantara kelompok penduduk Indonesia. Seorang Menado memiliki gaji yang sama tingginya dengan seorang Ambon dan juga sama seperti seorang Jawa. Tetapi sekarang orang Indonesia diberi batas dan bekerja rukun untuk melayarkan Tujuh Propinsi ke Surabaya. Tamparan ini bagi rasa kesombongan orang Eropa mendapatkan gambaran bahwa orang Indonesia hanyalah pekerja rendahan yang bisa dibohongi. Tanpa mengikuti sekolah pelayarankelasi Paradji menjadi pimpinandalam pelayaran kali ini. Kelasi kelas satu Kawilaran berfungsi sebagai ahli navigasi, yang sudah banyak belajar dari navigator Eropa. Rumambi berada di bagian komunikasi telepon, Hendrik sebagai pengatur bahan baker, dan kopral Gosal yang mengurusi bagian kesehatan. Sepanjang malam saya tetap berada di ruang mesin. Saya merasa jenuh tetapi meskipun dibawa tidur tetap saja hanya tidak mempunyai banyak waktu lagi. Keesokan harinya opsir mencoba berunding untuk mengambil hati orang Indonesia. Mereka menjadi majikan di kapal, sehingga mereka harus bertanggung jawab. Satu-satunya kebenaran adalah menjadi komandan dalam pelayaran ke Surabaya dan selanjutnya tidak.

Sementara ini kami mendapat perintah, Aldebaran yang dipenuhi oleh prajurit dan sisanya opsir. Pemandangan yang aneh, seberapa cepat kapal berjalan, pada saat Paradji membidikkan meriam sekitar 15cm. Opsir-opsir menyesuaikan diri dengan keadaanyang tak terhindarkan dan memberi ijin pada personil Eropa untuk melakukan pekerjaan mereka, Oleh karena tidak ada yang lain.

Banyak telegram membanjiri ruang sein yang meminta kami memberi jawaban terhadap Berlayarlah ke Surabaya. Aksi ini ditujukan sebagai protes terhadap pemotongan gaji dan penggantian armada laut.

Empat hari berlalu tanpa ada perkembangan yang berarti.

Pada hari kelima kami mendapat perintah untuk mengerek kapal perang milik Hindia Belanda melalui pengamatan kapal penjelajah Java, tetapi pemimpin kapal Tujuh Propinsi menolak mentah-mentah perintah ini dan membalas telegram yang berisi, Tetap berlayar ke Surabaya.

Saya dipaksa menyerah, karena kami sudah tidak mempunyai kesempatan lagi. Tujuh Propinsi adalah salah satu kapal pelayaran tertua, pelan seperti siput, tanpa adanya pertahanan udara, dan di udara kami melihat sekelompok Dornir pesawat pengebom-. Hal ini sangat jelas bahwa kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan. Usaha saya sia-sia dan kemudian saya berjalan menuju geladak komando. Saya berjarak sekitar 10 meter ketika bom meledak, mengenai sekelompok orang yangsedang berdiri memandangi pesawat. Semburan api pun mulai menjalar ke geladak,tekanan udara membuat saya terlempar menjauhi geladak dan segera saya mencari tempat yang aman. Pesawat pengebom lainnya terbang berputar-putar tanpa menyia-nyiakan kesempatan.Selanjutnya saya berlari menuju geladak. Air mata pun membasahi pipi saya. Di sana bergelimpangan para korban, pemuda dan anak-anak. Semuanya terbakar. Yang lainnya bergulingan berlumuran darah dengan luka yang mengerikan. Seorang teman saya, pemukul gendering terluka ada sebuah lubang di dadanya-. Sementara di sana masinissedang berbagi dengan pemadam kebakaran, setiap orang berlari menuju pos dan berusaha secepatnya memadamkan api. Selanjutnya kami menghitung jumlah korban. Korban terbesar berasal dari pimpinan, Kawilarang dan Rumambi yang paling parah. Ketika api sudah dapat dipadamkan barulah opsir berdatangan, tetapi dokter menolak menangani korban untuk kami para tahanan. Kamudian datanglah sekoci dengan tentara bersenjata dan menagkap kami. Pemberontakan kapal Tujuh Propinsi pun berakhir.

Balas dendam terhadap Pemerintah Kolonial pun dimulai.

Tentu saja tidak mungkin untuk mengakui bahwa orang Indonesia-lah yang memimpin. Itu tidak bisa dan tidak boleh. Mereka masih terlalu bodoh untuk membedakan mana sisi kiri dan kanan kapal, ujar komandan di Oleh-leh dan ini cukup berpengaruh bagi kepercayaan diri orang Indonesia, sama halnya seperti persaingan kelasi menghiasi Toewan Blanda. Orang-orang Holland di kapal diorganisir dan dipimpin menjadi pemberontak, menentukan pimpinan dan semua yang diajukan cukup untuk menyesuaikan antara kenyataan dan gambaran.

Berikut situasinya, yang bersalah harus digantung dan yang paling berkesempatan untuk itu adalah saya. Apakah saya bukan termasuk pimpinan perkumpulan armada laut? Apakah saya tidak didesak untuk bekerja sama dengan armada laut Indonesia? Apakah saya memiliki radiohut? Apakah saya memiliki.. singkat kata, bukan kenyataan tetapi pimpinan armada laut menyatakan apa yang terjadi.

Setiap pernyataan dari kami sewaktu pemeriksaan tidak seseuai dengan pola pimpinan armada laut, dijawab dengan: Jebloskan pria ini ke penjara. Setiap kami mengajukan situasi yang koperatif, kamu berbohong itulah jawabannya. Kebohongan opsir diterima sebagai kebenaran yang hakiki. Dan apakah pria-pria ini berbohong. Tentu saja mereka melakukannya. Ketika mereka menegaskan penjelasan dari kami, mereka akan bersikap menyedihkan. Ketika pemberontakan menjadi dikenal dan tentunya kami harus berhati-hati terhadap para pejabat. Pembelaan kami disangkal dan dibantah atau mereka bilang sudah tidak bisa diingat lagi sudah lupa-, jawaban yang menjatuhkan kami.

Akhirnya penyelidikan berlangsung rumit, sebagai seorang opsir sekaligus saksi dan tersangka, sebagai terdakwa dan pemimpin dari sebuah pemeriksaan. Kamisudah tidak peduli lagi. Kami sadar bahwa sudah tidak ada lagi kebebasan dan kami pun berusaha menyesuaikan diri. Keadaan ini sama sekali tidak menyentuh. Kami dipindahkan dari satu penjara ke penjara lainnya sebagaimana yang dialami penjahat ataupun pembunuh. Akhirnya drama komedi ini sampai juga ke Mahkamah. Kami berusaha untuk tidak saling mengintimidasi, kami juga menyadari bahwa sangat kecil kemungkinan untuk menang.

Secara keseluruhan kami dituntut 644 tahun, saya sendiri 16 tahun. Karena kami tidak memperlihatkan bagaimana perasaan kami, terlihat kekecewaan di wajah beberapa orang pejabat. Setelah 9 bulan dalam pengasingan, setiap peristiwa menjadi suatu kegembiraan bagi saya ketika berkumpul bersama teman-teman dalam penjara-. Bagi Mahkamah Militer, lagi-lagi ini seperti komedi. Pengacara saya (dan 19 orang teman lainnya) mendesak adanyaklemasi. Sebenarnya kami tidak menginginkan klemasi, yang inginkan adalah KEADILAN. Melalui kata-kata penutup saya pun membela diri dan saya diberi keringanan 6 tahun. Putusan hakim sangat mengecewakan, 10 tahun penjara !



Kembali ke Holland. Tiga tahun penjara di Leeuwarden. Satu atap dengan pembunuh, ini lebih baik baik bila dibanding penjara Indonesia. Sebelum direktur sempat mengetahui sesuatu, muncullah desas-desus bahwa kami akan memperolah grasi pada akhir 1936 jika Putri Juliana jadi menikah. Tidak seorang pun yang menanggapi hal ini, begitu pun Pangeran Bernhard. Ternyata desas-desus itu benar. Dengan adanya pernikahan itu kami memperolah grasi ketiga, dan sisanya sebagai prasyarat saja. Sejumlah teman-teman Indonesia dibebaskan pada tahun 1942, saat Indonesia dijajah Jepang.
*****

Artikel ini diambil dari majalah De Ulienspiegel edisi 3 Februari 1963
Sumber : Surat Pembaca nomor 3 Komisi Indonesia Communist Partij der Nederland
kalam pencerahan
Pengantar dari Penterjemah


Penulisan sejarah membutuhkan seperangkat pengetahuan, wawasan, dan keterampilan yang dapat dipelajari siapapun tanpa perlu duduk di bangku universitas jurusan sejarah. Jam terbang juga diperlukan agar kita dapat terus memperbaiki kualitas penulisan, prosedur penelusuran dan verifikasi sumber serta yang terpenting, ketajaman dalam menuliskan analisis baik tekstual maupun kontekstual. Tahap ini lazim disebut sebagai eksplanasi. Dalam proses eksplanasi inilah, dapat dinilai kualitas historiografi yang dihasilkan. Eksplanasi perlu dipertajam dan diperkaya dengan perspektif lintas disiplin yang relevan dengan konteks serta didukung oleh sumber yang juga relevan. Pada proses ini, argumentasi dan analisis yang dipaparkan sejarawan juga diuji.

Charles Tilly (1929-2008), adalah sejarawan sosial dan sosiolog ternama asal Amerika. Beliau berkhidmat pada beragam institusi, diantaranya adalah Harvard University, University of Columbia, dan Institute for Social and Economic Research and Policy. Karya-karyanya lebih banyak mengkaji perkembangan sosial politik bangsa Eropa pada periode abad 17 dan 18. Ulasannya tentang State Formation, Gerakan Sosial, Collective Action dan Sosiologi Kota banyak menjadi acuan sosiolog dan sejarawan hingga hari ini.

Tulisan berikut ini merupakan kerangka prosedur singkat dalam penulisan proses sejarah atau historiografi. Prosedur ini dapat menjadi acuan bagi pihak yang awam atau tidak pernah mendapatkan pengajaran dan bimbingan penulisan sejarah. Pihak lain, seperti sejarawan dan sosiolog juga memerlukan kerangka berfikir semacam ini sebelum menuliskan sebuah karya. Semoga bermanfaat.

"Bagaimana saya Bekerja ?"
Oleh; Charles Tilly


Banyak pekerjaan harian saya melibatkan orang-orang muda untuk membantu mereka mempelajari prosedur praktis dengan analisa historis. Saya tidak punya niat di sini untuk menginventarisir semua alat, ilmu pengetahuan tentang teknik, dan perangkat utama yang kami gunakan pada suatu waktu tertentu. Saya mengingat dengan jelas betapa ahli sosiologi historis George Homans mengatakan "Orang-orang melakukan riset ilmu sosial dengan cara-cara menyebalkan!" (George menikmati slogan ini karena dapat menggetarkan orang-orang dalam perdebatan dengan dia, satu aktivitas yang sangat disukai dan selalu dimenanginya. Dalam hal ini, bagaimanapun, desakannya, bimbingannya, dipraktekkan secara berbarengan). Saat ini kami memperluas jangkauan dengan model eksplanasi disertai anggaran biaya yang masuk akal, saya juga akan melakukan metode sosiologis apapun yang secara moral yang dapat dipertahankan. Bagaimanapun, paparan yang saya rencanakan disini adalah untuk membuat suatu kasus atau fenomena sosial menjadi sebentuk kombinasi tertentu dari gaya, ontologi, logika eksplanasi, dan mekanisme. Pembaca cerdik tidak meragukan aroma pilihan pribadi saya untuk analisa proses, realisme berhubungan, mekanisme mendasari keterangan, dan mekanisme berhubungan, tapi saya berharap rekan sejawat itu akan berlanjut melakukan hal terbaik mereka dengan program yang bersaing. Itu akan mengijinkan generasi berikutnya dari ahli sosiologi historis untuk membandingkan hasil dan strateginya sendiri dengan cendekiawan lainnya sebagai pembanding.

Dari pada mencoba untuk mengatur orang lain untuk melakukan investigasi historis dengan baik, izinkanlah saya menawarkan beberapa saran umum dalam rangka melakukan analisa historis dari satu perspektif ilmu sosial.


1. Berhati-hatilah dalam mendefinisikan fenomena apa yang anda mau deskripsikan dan jelaskan, mempertimbangkan seluas apa definisi anda sendiri, siratkan pembatas historis. Bagaimana nantinya anda mengenali satu kejadian ketika anda melihatnya?


2. Jika memungkinkan, ujilah paling tidak tiga kejadian dari fenomena itu dan sketsa minimum untuk pembuatan beberapa hal sebagai perbandingan, kemudian apakah kesimpulan dari perbandingan itu menghambat atau menghasilkan satu kejadian baru.


3. Pikirkan di waktu kapan dan ditempat yang bagaimanakah fenomena itu terjadi, kemudian uraikan konteks waktu dan tempat tersebut. Itu akan memulai proses identifikasi dengan waktu dan tempat yang lain dimana fenomena (yang sama) terjadi secara berbeda, dengan intensitas yang bervariasi, atau berbeda sama sekali.


4. Pelajari uraian karya sejarawan yang relevan dan keterangan apa dari kerangka waktu dan tempat itu yang ditawarkan untuk fenomena tersebut, terutama di aspek mana mereka saling berbantah satu sama lain atau dengan otoritas karya sejarah yang terbit sebelumnya. Melihat lekat pada bukti macam apa yang mereka pergunakan, bagaimana mereka mempergunakan bukti, dan bagaimana mereka membangun karya mereka.


5. Selesaikan teori anda sendiri terutama teori yang teruji mengenai bagaimana sumber didapat dari kejadian nyata, bagaimana ahli sejarah mengidentifikasi, memilih, dan menyajikan sumber itu, dan bagaimana ahli sejarah yang datangi di tagihan hutang mereka. Persoalan tentang gaya, ontologi, strategi bersifat menjelaskan, dan mekanisme pertolongan itu memperjelas pilihan pada sosiologi historis juga akan menolong menetapkan bagaimana ahli sejarah melakukan pekerjaan mereka.


6. Nyatakan dengan tegas bagaimana analisa anda sendiri dibangun dari telaah mendalam atas fenomena di atas, tingkatkan analisis anda pada saat itu, atau bedakanlah karya anda dari penulisan historis terbaik yang pernah anda telah temukan pada materi pokok yang sama. Sekali lagi pertanyaan sekitar gaya, ontologi, strategi eksplanasi, dan mekanisme harus disajikan sebagai penolong.


7. Khususnya, putuskan apakah pekerjaan anda telah setara dengan seorang kritikus sejarah sosial dalam mengidentifikasi pola, bidang lanjutan, analisa proses, atau beberapa kombinasi terbaik yang tergambar dari gaya itu.


8. Ketika anda telah mempunyai keputusan itu dengan jelas di kepala, menelaah ulang beberapa pekerjaan kelas satu pada cara anda memilih gaya, menajamkan ontologi, strategi eksplanasi, mekanisme, sumber, metode, pengukuran, observasi dari tiap unit, dankonstruksi dari argumen. Nyatakan dengan jelas, apa yang mempengaruhi koreksi anda sendiri untuk sama atau beda dari pekerjaan kelas satu lainnya itu.


9. Pada satu atau dua kalimat, nyatakan argumen utama yang anda mau buat disekitar fenomena. Kemudian menyatakan darimana anda peroleh argumen, dan kenapa.


10. Pada satu atau dua kalimat lain, ringkaskan bagaimana anda akan menentukan bahwa argumen tersebut adalah benar.


11. Pilih versi anda sendiri dari duabelas nada gubahan -seperangkat konsistensi, ketentuan efektif untuk pengumpulan data dan meneliti bukti- dan berdisiplinlah dengan itu !!.


12. Kumpulkan satu contoh kecil dari materi historis yang relevan, coba satu versi miniatur dari analisa anda, tuliskan, berikn kritik paling tidak sesungguh anda mengkritik orang lain pada pekerjaan sebelumnya, kemudian perbaiki rencana anda agar sesuai. Ulangi pernyataan hingga susunan kalimat yang berulang-ulang berikutnya tidak menghasilkan perubahan besar dari rencana. 


13. Selesaikan investigasi anda dan tuliskan laporan hasilnya.


14. Kenali bahwa anda akan segera menghadapi empat macam kritik, yakni:


Satu dari ahli sejarah yang mengaku paling paham soal waktu, tempat, sumber, dan atau gejala sosial dibandingkan anda;
Dua, dari advokat pada argumen anda yang secara implisit telah atau dengan tegas ditolaknya;
Tiga, dari ahli analisa yang lebih suka gaya lain, ontologi, strategi eksplanasi, mekanisme, sumber, dan cara  lainnya, dibandingkan dengan gaya dan cara yang telah anda pilih; 
empat, dari diri anda sendiri pada kemungkinan adanya celah, ketidakselarasan, ketidakpastian, dan pernyataan yang dilebih-lebihkan pada uraian analisa.

15. Sebisa mungkin, tulis dengan sangat jelas bahwa empat pihak pengkritik ini sebenarnya akan melahirkan apa yang anda memaksudkan untuk dikatakan lebh baik dibandingkan oleh seseorang, termasuk anda! yang telah dengan sembarangan anda ingin katakan.

16. Kalau anda sedang mencoba untuk mempengaruhi betapa orang lain menyelesaikan penelitian mereka sendiri dan memberi suara dengan menulis nama sosiologi historis, boroskan sedikit waktu pada aktivitas diskusi dan debat.

17. Disamping itu, pisahkan, laksanakan, dan laporkan hasil kajian anda ; 



a. Dengan jelas menghubungkan pertanyaan penting di ilmu sosial dan sejarah, 
b. Wujudkan prosedur yang dapat ditiru dan diperluas, 
c. Analisislah suatu bukti yang tersedia dan dapat terjadi berulang kali di banyak waktu dan tempat lainnya, 
d. Siapkan satu atau dua tahun (sebagai bagian upaya serius dari satu peneliti terlatih), hingga kemudian pantas disajikan sebagai artikel, thesis master, dan disertasi doktoral,. 
e. Bersegeralah dalam menuntut substansiasi, pengembangan, sangkalan, atau pengembangan lanjutan.

Saat saya mulai memutar kunci kontak untuk menjalankan motor,awalnya saya mendengar suara gradak-gruduk yang sumbang semacam hasil campuran dari lagu nina bobo dan paduan suara Gereja. Tetapi itu wajar, teruslah ulangi dan perbaiki lagi karya anda



Izinkan saya menutup musik ini dengan satu penutup singkat: 


Sosiologi historis mengoperasikan sedikit risiko dan makin atheoretical (tidak berteori) dan particularistic (terserak). Ini mengoperasikan banyak teori, tidak hanya mengaitkan gejala yang diselidiki, tapi juga mengaitkan keduanya dalam proses historis seperti halnya generasi dengan pengetahuan historis. 


Ini bekerja dengan baik ketika para praktisi mengetahui gaya, ontologi, logika eksplanasi, mekanisme, sumber, metode, dan argumen yang mereka telah pilih, kenapamangadopsi, dan apa yang menjadi penyebab pilihan itu. Tentu saja tidak masalah untuk mempunyai kejenakaan, kemahiran, dan keahlian dari Alban Berg atau Bella Bartuk. Tetapi bahkan dengan sedikit bakat kami dapat menghasilkan perpaduan indah dari harmonisasi lagu nina bobo dan orkestra Gereja seiring waktu. Ini soal jam terbang !

This in an excerpt from "Lullaby, Chorale, or Hurdy-Gurdy Tune?" an afterword to Roger Gould, ed., The Rational-Choice Controversy in Historical Sociology (University of Chicago Press, 2002)