kalam pencerahan
MELIHAT KE DALAM, BERKACA DI HADAPAN,
BERFIKIR, LALU BERIKRAR...!!


Ditulis oleh Rahmat Akbar, Mahasiswa Smt 8 Jurusan Sejarah FIS UNJ, sebagai bahan diskusi dalam mata kuliah Sejarah Intelektual, di bawah bimbingan Prof.Dr.Diana Nomida Musnir, M.Pd. 21 April 2003.


Bacalah ; Dengan Nama Tuhan mu yang menciptakan...
Boleh jadi, lembaran berikut ini tidak bisa menggambarkan secara jelas maksud yang hendak dicapai dari tujuan penulisannya, sesuai dengan kesepakatan kuliah pekan lalu atau yang sesuai dengan judul tulisan ini. Rasanya terlalu besar beban yang harus ditanggung oleh tulisan ini jika ia memang diharuskan mengemban misi tersebut.
Dalam lintasan sejarah kemanusiaan di kurun waktu apapun, selalu muncul anak-anak zamanyang menjadi salah satu penentu jalannya sejarah peradaban kemanusiaan. Terukirnya nama mereka seabadi karya yang dipersembahkannya pada kemanusiaan. Tinta yang menitis dari ribuan pena tak pernah kering hingga hari ini untuk terus melukiskan setiap detik kehidupan mereka dan menggali pelajaran-pelajaran berhargayang menyejarah dari mahakarya-mahakarya yang dihasilkannya bagi peradaban manusia dan kemanusiaan. Di setiap diri merekalah mengalir recik-recik keteladanan yang tak lekangoleh zaman hingga hari ini. Prosesi pergulatan pencarian eksistensi dirinya dalam konteks kemanusiaan hingga mampu menjadikan diri mereka teladan di muka bumi merupakan salah satu potongan episode kehidupan mereka yang amat menarik untuk dibahas dan dibicarakan dengan bahasa apapun dan dalam konteks kemanusiaan manapun. Mereka unggul atas manusia-mansia lainnya di bumi. Mereka telah memahami, lewat pencariannya yang tak kenal henti akan eksistensi diri dalam konteks mikro dan makro kosmos. Kini kita mencoba menelusuri jalan setapak yang boleh jadi akan menguras seluruh potensi diri kita. Jalan inilah yang diyakini sementara orang sebagai jalan yang di tempuh anak-anak zaman itu menuju keabadian lewat mahakaryanya yang dipersembahkannya bagi kemanusiaan. Atas dasar pola berfikir demikianlah, maka tulisan ini dibuat, yang merupakan pantulan refleksi penulis setelah membaca dan berusaha memahami Harun Yahya lewat karya-karyanya.

Lihat dirimu, dan perhatikan Semesta ..
Selalu, dalam pentas peradaban dunia terjadi pergulatan akan eksistensi. Ada kebenaran di satu sisi, dan ada kebatilan di sisi lainnya, dan dalam konteks mikro, ada pergulatan diri dalam pencarian hakikat kemanusiaan dirinya di tengah manusia lainnya. Untuk pergulatan semacam inilah, perlawananterberat perlu di lakukan agar tak sesat jalan. Keluar dari cangkang kebekuan zaman, lepas dari belenggu materialisme dan system kapitalis yang menghegemoni adalah langka awalannya. Kita telah menemukan, mengapa kita pada hari ini hidup terkotak-kotak, antara eksistensi dan essensi diri. Dalam konteks ke eksistensian diri, kita perlu membuktikannya melalui mahakarya kita bagi peradaban ummat di hari ini. Namun, dalam konteks peneguhan essensi diri, maka perlu ada pencarian yang tak kenal waktu, serta lepas dari konteks keruangan. Ketimpangan dari salah satu proses, akan berakibat fatal. Apabila locuspembuktian eksistensi diri menjadi focus utama investasi kehidupan kita di dunia ini, maka yang cenderung terjadi adalah arogansi dan munculnya mental-mental serakah, penindas dan dibuktikan dengan bertebarannya rezim-rezim tiran di pentas peradaban ummat dalam konteks waktu dan ruang manapun. Di sisi lain, apabila locuspencarian essensi kemanusiaan menjadi pilihan diri kita untuk menginvestasikan seluruh waktukehidupan kita di dunia, maka yang terjadi adalah tenggelamnya kita dalam ruang-ruang maya, hingga keberadaan kita tak dirasakan manfaatnya oleh manusia-manusia lain, serta tak ada sedikitpun pembuktian bagi kemanusiaan yang dapat kita sumbangkan sebagaihasil dari pencaran eksistensi diri kita. Kini, kita hidup dalam dunia yang serba kompleks, sistematik dan konsekwensinya, pola hidup semacam itu tak dapat diterima oleh siapaun, sehingga Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, seorang filsuf kenamaan dari abad 12 di pentas peradaban muslim berikrar bahwa orang semacam itu,layaknya bangkai busuk yang harus disingkirkan ! Tentulah kita tidak ingin mengalami ketimpangan semacam itu. Meski kehihidupan kita hari ini dikungkung oleh system yang hegemonic dan menindas secara sistematis, namun pertanyaannya adalah mengapa kita harus hidup di dunia yang terkotak antara essensi dan eksistensi, antara agama dan sains, antara fakta dan imaji ? Hal ini terjadi, karena adanya penbiasandari tujuan pencarian yang di alami oleh manusia, sehingga pencarian kebanaran atas prosesi penciptaan di muka bumi tidak mendorong terjadinya kristalisasi keyakinan akan kebenaranessensi dirinya yang juga seseorang yang merupakan produk ciptaan dari Sang Maha Pencipta. Jika saja penelusuran kita atasprosesi penciptaan semesta ini mendorong kita semakin yakin akan essensi diri kita dalam konteks kesemestaan, maka respons kesombongan, arogansi dan pengingkaran dapat dikekamg agar tak muncul dengan munculnya kesadaran diri dari dalam nurani kita akan hakikat siapa kita sesungguhnya, mengapa kita ada dan diciptakan, serta untuk tugas apa kita diciptakan ?. Kalau alurnya sudah demikian, maka kekhawatiran bahwa essensi dasar penciptaan terlupakan dengan gemerlap eksistensi imajiner yang dibangun dan diciptakan melalui prosesi pencarian kebenaran empiris a la sains modern, tidak akan terjadi.

Kerangka Acuan Diskusi ;Tawaran Metodologi Spiritual Engineering

Melihat kedalam berarti menelisik ulang tentang siapa, apa dan bagaimana kita kelak ?
Bagaimana dengan visi hidup, tawaran realitas dan bekalan rasio serta pengalaman empiris sebagai penuntun ?
Berkaca di hadapan berarti kita mulai mencari jawaban di dalam dengan melakukan penjelajahan ke luar lingkaran diri, dan mengumpulkan data serta fakta untuk mencari bukti atas kebenaran Illahiah
Berfikir berarti mengolah dan merefleksikan, memantulkannya dan mengolahnya sendiri untuk mengendapkan serta meresapi alternatif jawaban yang mungkin kita temukan dan akan kita pilih.
Berikrar adalah syahadat kita, statemen prbadi sebagai pantulan pencerahan spiritual kita, yakni sesuatu yang kita dapatkan setelah melalui eksplorasi, elaborasi dan refleksi kita yang panjang. Ini adalah buah dari
spiritual engineering bagi sang pembelajar agar tak hanya terdidik, tapi juga harus tercerahkan secara spiritual, moral dan intelektual yang terpantulkan melalui sikap hidupnya di tengah-tengah manusia pada umumnya.

NOTULENSI DISKUSI


Mata Kuliah : Sejarah Intelektual
Hari / Tanggal : Senin, 21 April 2003 Waktu : Pukul 08.10 09.47 WIB

Pemerhati dan Pertanyaan Diskusi


Agung Pardini 

Bagaimana tentang keberadaan Manusia Purba menurut Harun Yahya, bukankah keberadaan Manusia masa purbakala adalah suatu fakta tak terbantahkan ?
Evolusi, menurut konsepsi serta konstruksi paradigma yang saat ini kita kenal, dapat dibagi menjadi evolusi fisik dan evolusi kebudayaan, yang pada hakikatnya merupakan sebentuk perubahan menuju kesempurnaan.Jika kita mengacu pada pendapat-pendapat Harun Yahya, maka kita dapati bahwa evolusi adalah suatu kemustahilan. Bagaimana menurut anda ?

2. Asep Khambali

a. Bagaimana status Nabi Adam selaku manusia pertama ciptaan Tuhan sebagaimana yang telah diyakini oleh banyak orang ?
b. Bagaimana dengan teori Missing Link ?

3. Muhammad Irfan

a. Ilmuwan harus Independen, dengan kata lain ia harus melepaskan semua keterkaitannya dengan dogma-dogma agama yang bias mendistorsikan keobjektifannya dalam megemukakan analisisnya. Sementara kita melihat Harun Yahya menggunakan pendekatan Agama untuk menganalisis fenomena sains, bagaimana menurut anda ?
b. Adakah bukti-bukti Ilmiah dari pemikiran Harun Yahya, apakah pemikirannya hanya sekedar persepsi atau benar-benar fakta ?

Jawaban Pemakalah

(untuk Sdr. Agung Pardini)

a. Harun Yahya, adalah penganut Creationist. Ia percaya, bahwa segala hal di dunia ini ada sebab diciptakan dengan sempurna oleh Tuhan sejak awalnya. Dalam karya-karyanya yang banyak menentang Teori Evolusi, pada hakikatnya berpusat pada perang Paradigma Berfikir tentang suatu obyek permasalahan yakni ; proses penciptaan manusia. Akan halnya manusia purba, memang benar bahwa hal tersebut adalah fakta yang tak terbantahkan. Namun perlu dipahami bahwa manusia purba pada hakikatnya adalah ras manusia yang hidup di masa lampau, ribuan bahkan mungkin jutaan tahun yang lalu. Dan sekali lagi, manusia purba tetap manusia purba dan ia, sebagaimana yang diyakini oleh Harun Yahya sendiri, tidak mengalami proses evolusi biologis. Sehingga, keragaman bentuk fisik tak lain merupakan sebentuk variasi ras-ras manusia sebagaimana jikakita lihat ras Afrika dan ras Eropa. Namun, tetap saja mereka adalah manusia yang Tuhan menciptakannya dalam bentuknya yang paling sempurna, tanpa proses evolusi.

b. Pada prinsipnya, manusia adalah makhluk dinamis, yang senantiasa mengalami perubahan, namun, prosesi perubahannya bukanlah sebentuk perubahan fisik dari struktur fisik yang sederhana menuju struktur fisik yang lebih rumit. Perubahan yang terjadi harus dimaknai sebagai sebentuk proses adaptasi fisik atau psikis dalam rangka mempertahankan eksistensi kehidupannya di tengah derasnya tantangan kehidupannya. Prosesi adaptasi ini kadangkala, diikuti dengan sebentuk adaptasi fisik yang tidak terlalu signifikan, karena meski misalnya, ukuran kakinya lebih lebar dari manusia kebanyakan, atau memiliki selaput di sela-sela kaki (sebagaimana ditemukan di Kepulauan Sangier) tetap saja status mereka sebagai bagian dari ras manusia, dan perubahannya adalah sebentuk adaptasi, dan bukannya evolusi. Sebab, evolusi merupakan perubahan tahap demi tahap menuju titik sempurna, sementara perubahan yang terjadi diras manusia sejah ini hanya dapat dipandang sebagai sebentuk adaptasi semata.

(Untuk Sdr. Asep Khambali)

a. Perihal Nabi Adam a.s, maka kami berkesimpulan bahwa beliau adalah seorang Nabi, dan jika kita kembalikan kepada pengertian dari Nabi itu sendiri, maka akan didiapati fakta bahwa yang dimaksud Nabi adalah Hamba Tuhan Pilihan, yang diutus untuk mengemban misi Ke Tuhan an di muka bumi atas suatu komunitas manusia (ummat. Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa Adam adalah Nabi pertama yang diutus Tuhan kepada ummat manusia, sehingga wajar apabila kita temukan keterangan di dalam teks Al Quraan mengenai kekhawatiran akan penciptaan seorang khilafah yang boleh jadi nantinya hanya akan membuat kerusakan di muka bumi sebagamana manusia manusia sebelumnya. Adam, tidak dinyatakan dengan tegas oleh Allah Sang Pencipta melalui pengkabarannya dalam Al Quraan sebagai manusia pertama yang diciptakan Nya untuk kemudian ditempatkan di Bumi, namun yang pasti, dia (Adam) adalah manusia yang menyandang gelar Khilafah yang pertama, sekaligus utusan Tuhan yang pertama atas ummat manusia di muka bumi, sebagaimana termaktub dalam Al Quraan.

b. Hingga hari ini, teori mssing link masih merupakan teori yang dipandang secara sinis oleh banyak cabang ilmu pengetahuan, terutama Biologi. Teori missing link pada dasarnya hanya dilandasi atas sebuah asumsi belaka yang sangat sulit dibuktikan kebenarannya dengan postulat atau metode ilmiah manapun. Hendaknya kita memperlakukan asumsi (bukan teori) adanya missink linkini dengan wajar, sebagaimana kita memandang suatu asumsi subyektif belaka, sehingga hal demikian semestinya tidak menyibukkan kita, apalagi sampai pada taraf membingungkan kita. Karena itu, sebaiknya kita tetap bersikap wait and see karena perkembangan asumsi ini masih terus berkembang hingga hari ini.

(Untuk Sdr. Muhammad Irfan)

a. Berkenaan dengan masalah Independensi seorang Ilmuwan, maka nampaknya ita semua harus menempatkan masalah ini dengan seadil mungkin, yakni dengan melihat pokok masalahnya. Fenomena Sekularisasi ilmu pengetahuan ini telah dimulai sejak abad pencerahan , yang ketika itu otoritas Gereja dan Negara dibedakan dengan tegas. Bahwa agama, adalah urusan pribadi, sementara Negara adalah rusan publik. Proses domestikasi Agama ini terus berlanjut hingga merambah ke bidang-bidang Publik lainnya, termasuk Ilmu Pengetahuan dan pengkajiannya. Karena Ilmu pengetahuan dan hasil-hasil pengkajiannya adalah milik publik, maka ia harus bebas nilai dan muatan apapun, termasuk agama. Sehingga, ilmu pengetahuan semakin sekuler. Kesalahkaprahan ini terjadi karena alur demikian itu. Masalah bebas nilai sendiri, adalah masalah yangsampai hari ini mengundang perdebatan di kalangan ilmuwan sendiri, terutama para filsuf etika dan pakar filsafat Ilmu Pengetahuan. Netralitas sendiri, sesunggunya adalah suatu yang tak mungkin dilakukan, mengingat tujuan dari pengkajian Ilmu Pengetahuan adalah proses pencarian Kebenaran. Bukankah kebenaran itu sendiri merupakan suatu nilai, atau setidaknya suatu yang mustahil muncul tanpa dilandasi oleh itikad baik dan nilai-nilai luhur semacam kejujuran. Arogansi pendapat bahwa Ilmu harus netral, lebih dimaksudkan agar ilmu terlepas dari usaha politisasi dan upaya lainnya yang dapat mengurangi kwalitas hasil pengkajian ilmu tersebut dan obyektivitas dalam prosesnya. Akan halnya Haryn Yahya, maka saya sangat sependapat atas usahanya. Pengkajian harun Yahya, merupakan sebentuk pengkajian Ilmu Pengetahuan yang bertujuan untuk membuktikan eksistensi sang pencipta, dengan jalan melakukan analisis tajam dan mendalam terhadap fakta-fakta social-politik dan realitas kesemestaan, melakukan perbandingan antara asumsidan paradigma Materialisme, dengan paradigma dan argumentasi Illahiyah yang tercantum dalam Quran,serta diyakini kebenarannya oleh sebagian besar ummat Islam. Upaya perbandingan ini dilakukan dengan cara mengeksplorasi hasil-hasil pengkajian empiris para ilmuwan masa kini, (misalnya tentang penyelidikan proses penciptaan alam semesta) dan mengkomparasikan dengan asumsi Paradigma Materialisme untuk kasus yang sama (misal ; asumsi proses penciptaan alam semesta). Kemudian, ia melagkah lagi dengan menyodorkan informasi dari Quran masalah penciptaan alam semesta tersebut, dan dari komparasi ketiga aspek tersebut, ditariklah suatu kesimpulan akhir yang memutuskan kebenaran berada di pihak siapa, apakah informasi Illahiyah sebagaimana termaktub dalam Quraan atau asumsi Materialisme sebagaimana diyakini sebagian orang di muka bumi ini.

b. Pengkajian harun Yahya sehingga dapat menghasilkan karya-karya besar yang mampu membuka cakrawala pemahaman kita atas realitas empiris di alam semesta ini sesuai dengan perspektif Qurani jelas bukan merupakan suatu asumsi-asumsi yang dipoles dengan sedikit fakta empiris, sehingga seolah-olah nampak merupakan suatu yang rasional, masuk akal, dan layak disebut Ilmiah, padahal sesungguhnya tidak mengandung kebenaran Ilmiah sama sekalisebagaimana yang kita temukan pada asumsi dan Paradigma yang digunakan oleh filsafat Materialisme dalam memandang suatu Fakta, sehingga bayak kalangan yang semula meyakini cara pandang demikian, berubah menjadi pihak yang paling menentang materialisme. Pandangan, pendapat dan hasil-hasil Karya dari Harun Yahya adalah hasil dari pengkajian Ilmiah yang dapat dibuktikan, sehingga secara rasional dapat diterima dan secara empiris dapat dipertanggung jawabkan. Kita dapat melihat hal itu dalam eksplorasinya membongkar kekeliruan teori evolusi. Dalam usahanya itu, ia menyertakan bukti bukti serta temuan pakar terdahulu. Sebenarnya usaha Harun Yahya dalam membongkar ketidak ilmiahan teori Evolusi merupakan suatu usaha pengumpulan fakta terdahulu yang jarang di ekspose oleh kalangan akademisi dan ilmuwan, sehingga Harun Yahya, hanya mempertegas kembali kekeliruan teori Evolusi ini dan menawarkan suatu pendekatan baru yang lebih Qur'ani. Wallahu a'lam..